5 Album Terbaik yang Kudengarkan di Tahun 2022

- Memorandum — Perunggu
Kalau gak salah pertama kali tau Perunggu karena band ini di-mention oleh Hindia di sebuah potongan video TikTok. Yang bermuara dengan keputusanku mendengarkan beberapa lagu dari album “Memorandum”, yang kebetulan berada di puncak teratas profil Spotify mereka. Menyebut diri mereka sebagai “band rock pulang ngantor”, seperti ada sugesti penghilang rasa lelah ketika mendengarkan lagu-lagu di album ini, terutama lagu “33x” yang menjadi favoritku. Salah satu album dengan penulisan lirik yang apik. Coba aja baca dan dengar.
2. Banal Semakin Binal — The Jansen
Waktu itu diberitahu oleh seorang kawan, ada band namanya The Jansen. Jujur awalnya rada malas denger namanya. Band-band dengan nama depan “the” itu udah kayak jadul banget gitu. Agak skeptis dan berpikir kalau musiknya bakal jelek, tapi ternyata salah besar. Potongan video The Jansen yang membawakan lagu “Kau Pemeran Utama di Sebuah Opera” dalam sebuah bar kecil tiba-tiba lewat di FYP TikTok-ku. Gila. Enak banget. Drum dan distorsi gitarnya nikmat banget di telinga. Belakangan, aku melihat musik-musik yang bermain di luar arus utama itu sedang subur-suburnya di skena musik Indonesia dan harus diakui apresiasi dari para pendengarnya cukup gila-gilaan, termasuk yang didapat oleh The Jansen.
3. MOMO’S MYSTERIOUS SKIN — BAP.

Pertama kali tau Kareem Soenharjo lewat projeknya bernama Yosugi. Di situ Kareem semacam unjuk gigi atas kebolehannya ngeproduce sebuah beat. Lalu kemudian aku tau dia di berada dalam sebuah projek trio bernama BAPAK dengan mengeksplorasi musik hardcore punk dan rock progresif melalui single berjudul “Dogma Milenial Masyarakat Yggdrasil” dan “Jon Devoight / Pity me”, sekaligus berhasil merilis sebuah album. Ketika Kareem memulai BAP jujur aku tak terlalu kaget karena ketika di bawah nama Yosugi pun dirinya pernah mengerjakan sebuah EP hiphop berjudul “conunDRUMS” bersama Rizky Argadipradja (Greybox) seorang musik produser asal Jakarta, dengan nuansa musik yang kurang lebih sama seperti di album “MOMO’S MYSTERIOUS SKIN”. Aku suka album ini karena sepertinya aku belum pernah mendengarkan hiphop yang dipadukan dengan nuansa hardcore atau jazz electronic. Sesuatu yang baru aja gitu.
4. Lily Chou-Chou — 呼吸

Tak hanya film “All About Lily Chou Chou” garapannya Shunji Iwai yang masuk sebagai film favorit yang kutonton tahun ini, soundtrack dari film ini pun ikut menyertai. 呼吸 (Kokyū) yang berarti “napas” adalah album dari artis fiksional bernama Lily Chou Chou yang menjadi poros utama bagi main character di film ini. Album ini adalah hasil kolaborasi Shunji Iwai dengan Takeshi Kobayashi, seorang keyboardis, penulis lirik dan musik produser asal Jepang, dan juga Miho Omasu selaku pengisi suara Lily Chou Chou di album ini. Suasana gloomy, gothic, dan romantic yang dibawakan lewat musik ethereal wave ini sangat menyihir dan setiap mendengarkannya pikiranku selalu terhubung dengan scene yang ada di dalam filmnya.
5. Being Funny in a Foreign Language — The 1975

Aku merasa tak perlu panjang lebar menjelaskan betapa aku menyukai album ini. Atau mungkin band ini, yang keseluruhan albumnya cukup bisa memuaskanku. Dilansir dari Pitchfork, mereka bilang walaupun album ini terkesan cliche, namun The 1975 bisa membawakan warna yang memukau dalam tiap deretan lagunya. Dan aku setuju. Album ini membawakan lagu cinta diiringi alat musik seperti cello dan biola yang membawa kesan manis dan klasik sehingga tak membuatnya terdengar murahan. Soal lirik, kurasa Matty Healy tak perlu diragukan lagi. Pujian yang banyak ia dapatkan saat perilisan album “A Brief Inquiry into Online Relationships” yang mempotray kehidupan modern sudah cukup memvalidasi kemahirannya mengcompose sebuah lirik.